Apa Bedanya?

Spread the love

Jumat lalu (29/89/2017) saya berkesempatan bertemu dengan mahasiswa Papua yang kuliah di Fakultas Teknik Unitomo untuk memberi semangat mereka akan pentingnya pendidikan untuk membangun Papua.

Salahsatu materi yang saya sampaikan adalah bahwa pendidikan harus bisa mengubah pola pikir dan perilaku kita menjadi lebih baik. Bila saat sebelum menjadi mahasiswa, perilakunya urakan, celometan dan cenderung melanggar aturan, maka setelah menjadi mahasiswa, perilakunya jauh lebih santun, cara berbicaranya lebih ditata dan memecahkan masalah tidak dengan kekerasan atau marah-marah.

Mahasiswa Papua di Fakultas Teknik Unitomo
Pendidikan menjadi solusi bagi kesejahteraan masyarakat Papua

Demikian juga saat melepas calon wisudawan beberapa waktu lalu. Saya berpesan kepada mereka, bahwa harus ada perbedaan antara saat sebelum menjadi sarjana dengan setelah menjadi sarjana. Ada perbedaan antara menjadi orang yang terdidik dengan mereka yang tidak terdidik dalam cara melihat permasalahan hidup dan cara memecahkan masalah. Cara melihat diri sendiri dan orang lain. Sarjana yang baik tentu saja harus memiliki perilaku yang baik sesuai dengan yang diajarkan di kampus. Punya semangat belajar dan mengembangkan diri sebagai bagian dari masyarakat terpelajar dan kritis terhadap informasi yang didapat, serta tahu cara bersikap pada sebuah kondisi dengan sikap terbaik.

Pertanyaan yang sama pernah juga saya tanyakan pada diri sendiri saat lulus dan diwisuda sebagai master. Apakah gelar S2 hanya sebagai syarat saja supaya tetap sebagai dosen, karena syarat minimal menjadi dosen adalah pendidikan minimal S2. Lalu apa kontribusi berikutnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan aplikasinya bagi masyarakat. Jangan tanya jawabannya. Hingga saat ini saya merasa malu karena belum banyak yang saya lakukan untuk kampus, bangsa dan negara ini. Padahal negara telah membayar saya lebih banyak daripada yang saya berikan.

Dalam waktu dekat ini, seorang teman juga berencana akan berangkat studi lanjut mengambil pendidikan S3 (Ph.D by research). Muncul pertanyaan di benak saya, untuk apa studi lanjut? Untuk apa? Apakah hanya agar keilmuan kita diakui? Apakah agar kita dibayar lebih banyak? Apakah agar gelar kita lebih panjang daripada nama kita, sehingga di kartu nama, menjadi 2 baris? Apakah agar dapat menempati jabatan, karena syarat menjadi rektor juga harus S3? Atau memang demi pengembangan ilmu pengetahuan dan pada akhirnya menambah nilai kemanfatan diri untuk masyarakat?

Kalau sekolah S1, S2 dan S3 hanya membuat perilaku menjadi lebih sombong, arogan dan meremehkan orang lain, sebaiknya batalkan saja. Karena Anda tidak akan lagi jadi manusia, tetapi mendekati perilaku iblis. Kalau pendidikan tinggi hanya untuk gagahan, tetapi tidak ada isi dan nilai manfaat, maka sebaiknya urungkan saja, karena Anda hanya akan menjadi sampah terdidik.

Luruskan niat dan sesuaikan perilaku dengan tingkatan pendidikan kita, karena niat yang lurus dan ilmu yang bermanfaat itulah yang menjadikan kita mulia. Mulia di mata penghuni bumi dan langit.

Saya? Astagfirullah… Masih jauh dari baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *