Guru VS Murid Siapa yang Menang?

Spread the love
Masalah tewasnya seorang guru SMA di Sampang Madura yang diduga dipukul oleh muridnya, sebenarnya masalah yang cukup komplek. Ada banyak hal yang perlu didiskusikan satu per satu, agar dunia pendidikan kita tidak selalu terjebak pada lingkaran kekerasan antara guru dan murid. Murid menjadi korban guru, atau sebaliknya, guru yang menjadi korban murid.
 
Sementara ini yang bertebaran di linimasa, hanya memposisikan si guru sebagai korban dari si murid. Kita abai dengan sudut pandang lain yang perlu ditelaah, agar kejadiaan seperti ini tidak terulang kembali. Karena hakikatnya, hubungan guru dan murid bukan relasi menang-kalah seperti di ring tinju atau arena oktagon MMA. Relasi yang sebenarnya adalah saling mengasihi dan menyayangi. Asih, asah dan asuh.
 
Kita coba tengok juga, mengapa ada seorang murid yang tega melawan dan memukul gurunya. Si murid memang anak yang nakal kah? Si murid tidak punya budi pekerti yang baik kah? Apakah kesehariannya dia memang suka bikin onar kah?
 
Bila jawabannya iya, bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Apakah si murid sebenarnya juga adalah korbang lingkungan yang mendidik dia menjadi anak yang keras dan berani melawan guru. Entah itu lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggalnya dan lingkungan sekolahnya. Karakter seseorang terbentuk oleh berbagai peristiwa yang pernah dialaminya, kemudian dimaknai dan menjadi bagian dari pembentukan pola pikirnya. Jadi, rasanya tidak cukup adil bila kita menyalahkan sepenuhnya si murid.
 
Di lain sisi, cara guru juga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan psikologi dan komunikasi antar personal. Setiap anak itu unik dan penting bagi seorang guru untuk bisa memahami karakter setiap muridnya. Minimal, seorang guru juga harus panda membaca kondisi psikologis seorang murid yang sedang dihadapinya.
 
Tidak kalah pentingnya, komunikasi antar personal (Interpersonal Skills) juga diperlukan dalam menghadapi murid-muridnya. Berkomunikasi dengan empati, berkomunikasi secara asertif, dan yang paling penting lagi, guru harus bisa menjadi pribadi yang membuat murid-muridnya nyaman dengan memposisikan diri sebagai teman sekaligus orang tua.
 
Generasi tahun 80-90 seperti saya, memang sudah kenyang dengan model pendidikan keras guru. Sudah berapa banyak penggaris kayu, penghapus kayu dan sabuk guru yang mendarat di badan dan kepala. Bagi generasi babyboomer, hal tersebut mungkin biasa. Tetapi bagi generasi milenial, perlakuan yang sama pada generasi yang berbeda, akan menghasilkan reaksi yang berbeda. Tak heran bila saat ini juga beredar seorang murid SMP yang menunggu kepala sekolahnya di ruangannya, kemudian membuka baju untuk menantang duel si kepala sekolah.
 
Semua itu salah siapa? Jangan tanyakan salah siapa. Mari kita semua introspeksi diri demi kemajuan dunia pendidikan dan generasi yang akan datang yang lebih baik.
Saling Asih, Asah dan Asuh antara Guru dan Murid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *