‘Bahaya’ Google Translate

Spread the love

Ceritanya dimulai saat seseorang mengirimkan pesan di group yang saya ikuti. Dia memposting kalau artikelnya dipublikasikan di sebuah jurnal online internasional. Saya yang ‘kepo’ dengan jurnal internasional karena tidak berani mengirimkan artikel dalam bahasa Inggris, akhirnya mencoba membuka yang namanya jurnal internasional tersebut.

Saya sendiri tidak paham apa kriteria sebuah jurnal ilmiah dikatakan sebagai jurnal internasional selain menggunakan bahasa PBB seperti Inggris, Arab, Perancis, Mandarin, Rusia dan Spanyol. Selain itu, reviewer dan editor jurnal juga dari minimal 3 negara berbeda.

Saat saya buka artikelnya, hanya terdapat abstrak dan tidak menemukan artikel lengkapnya. Abstraknya pun cukup panjang, terdiri dari 2 paragraf. Umumnya, jurnal memiliki abstrak dalam 1 paragraf saja dan cukup singkat, antara 100-250 kata saja.

Namun yang membuat saya heran adalah masih adanya kata dalam bahasa Indonesia yang tidak diterjemahkan ke dalam bahasa inggris. Kemungkinan terbesar, proses terjemahannya menggunakan Google Translate yang umumnya akan tetap mencantumkan kata aslinya bila tidak dikenali dan tidak dapat diterjemahkan.

Salah satu abstrak yang masih mengandung kesalahan

Pada paragraf pertama, ada kata ‘intensi’ yang Google Translate gagal menterjemahkan menjadi ‘intention’. Sedangkan frase ‘ability of seseorag’ juga gagal diterjemahkan karena Google Translate tidak mengenali kata ‘seseorag’ yang mungkin maksud penulis adalah ‘seseorang’.

Kesalahan lain dari abstrak tersebut adalah pada kacaunya tata bahasa, kalimat yang ‘berlete-lete’ dan penggunaan kalimat aktif.

Mengapa bisa terjadi seperti kasus tersebut?

Kemungkinan pertama, author atau penulis menggunakan Google Translate apa adanya dan tanpa disunting lagi. Google translate memang berbahaya bila naskah yang akan diterjemahkan mengandung: i) kesalahan penulisan kata, ii) susunan kalimat yang tidak baku, dan iii) kalimat majemuk yang panjang.

Kemungkinan kedua, penulis terlalu malas untuk membaca kembali hasil terjemahan dan memperbaiki kesalahan tata bahasa maupun kesalahan penerjemahan kata. Minimal, penulis memiliki kemampuan bahasa Inggris yang lumayan, bila tidak ingin menggunakan jasa penterjemah yang mahal. Satu artikel 10 halaman, bisa habis 1.5-2 juta rupiah untuk jasa menterjemahkan.

Kemungkinan ketiga, editor dan reviewer tidak bekerja sungguh-sungguh menyeleksi, mengoreksi dan memperbaiki naskah yang akan diterbitkan. Memang tidak mudah mengelola jurnal, karena pengelola jurnal khususnya editor, harus memiliki kemampuan bahasa, keilmuan dan penyuntingan yang baik.

Pada akhirnya, saya dan Anda bisa belajar dari kesalahan orang lain, untuk tidak kita lakukan.

—-/


Tulisan di ini tidak mencantumkan nama penulis dan nama jurnal yang dimaksud, untuk menghindari kesalahpahaman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *