Kokok Anak Tokoh Kita

Spread the love

Ceritanya saat sekitar tahun 2009, Pak Bambang DH telah habis masa kepemimpinan periode kedua sebagai Walikota Surabaya. Pak Bambang DH memimpin Surabaya dari 2002-2005 dan 2005-2010. Mendekati pilkada, PDIP belum memiliki calon yang cukup kuat untuk diajukan sebagai calon. Sementara Pak Wisnu Sakti Buana sendiri sebagai ketua DPC Surabaya dan merupakan putra tokoh PDIP alm Ir. Sucipto, merasa belum siap dan belum percaya diri untuk maju menjadi orang nomer satu Surabaya dan saat itu masih berusia 35 tahun.

Akhirnya dengan pertimbangan prestasi dan popularitas, PDIP mengajak Bu Risma untuk maju sebagai calon. Bu Risma sendiri sebenarnya juga ragu-ragu, karena beliau tidak punya modal uang untuk mencalonkan diri, karena hanya punya sebuah mobil kijang lama. Namun PDIP menyampaikan kalau semua kebutuhan sudah ditanggung mesin partai. Jadilah saat itu, Bu Risma berpasangan dengan Pak Bambang DH dan akhirnya memenangi pilkada.

Jadi, naiknya Bu Risma sebagai wali kota Surabaya dari PDIP, karena partai sendiri tidak punya kader partai yang dianggap kuat untuk diadu. Hal tersebut terjadi juga pada Pak Ridwan Kamil yang naik menjadi wali kota Bandung yang diusung oleh PKS, walau bukan kader PKS. Demikian juga cerita awal mula Pak Jokowi bisa sampai menjadi wali kota Solo. Beliau bukan kader PDIP. Namun saat itu, partai melakukan talent scooting, untuk mencari calon pemimpin yang potensial untuk dimajukan sebagai pimpinan daerah. Ketiganya, adalah orang-orang profesional, memiliki leadership dan track record yang baik, sebelum masuk ke dunia politik. Intinya, bila seseorang memiliki kualitas dan bernilai, pasti akan dicari dan dibutuhkan orang lain dan calon dari partai, tidak harus dari kader partai, selama masih ada yang lebih baik untuk diajukan.

Bagaimana dengan anak keturunan tokoh-tokoh penting kita saat ini? Ada Mbak Puan Maharani putri dari Ibu Megawati. Ada Yenni Wahid, putri dari Gus Dur. Mas Hanafi Rais, putra dari Bapak Amien Rais, Mas Ibas dan Mas AHY, putra dan Pak SBY. Mas Tommy yang merupakan putra dari Alm. Bapak Soeharto dan yang terakhir, Mas Ilham Habibie, putra dari Bapak BJ Habibie.

Dari pengelihatan mata batin saya, saat ini belum ada dari putra-putri tokoh-tokoh nasional yang tampak sudah matang untuk menjadi pemimpin nasional. Kecuali mungkin Mas Ilham Habibie yang tidak tertarik terjun ke dunia politik, karena lebih senang menjadi teknokrat seperti bapaknya. Mbak Puan Maharani yang saat ini sudah diberi panggung untuk bisa membuktikan diri sebagai pribadi yang punya kapasitas, saat ini belum tampak sinar terangnya dan belum bisa lepas dari bayang-bayang trah Soekarno, seperti saat Mbak Puti berkampanye di pilgub Jatim tempo hari.

Bagusnya, kepemimpinan dipilih secara berjenjang seperti sebuah piramida kompetisi. Mereka yang sukses di daerah atau wilayah, baru bisa naik ke tingkat nasional. Pengalaman menjadi pemimpin daerah atau mengelola wilayah, bisa menjadi batu ujian untuk bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi. Agar mereka benar-benar bisa berkokok seperti ayam sungguhan, bukan sekedar menjadi ayam sayur.

Itu kira-kira pendapat saya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *