Bila Pisau Lipat Terbawa Sampai ke Philippine

Spread the love

Saya termasuk penggemar pisau lipat.  Yang pasti bukan untuk alasan keamanan, tetapi karena saya suka makan buah-buahan seperti bengkoang, mangga dan buah-buahan lain yang butuh dikupas. Selain itu, memang Bapak saya juga hobby membeli pisau lipat. Setiap kali pulang dari berlayar, Bapak biasa membawa pulang pisau lipat berbagai model dan ukuran. Sebagian saya yang menghilangkannya. 😀

Nah, ceritanya saat saya berkemas akan kembali ke Indonesia dari Philippine, saya segera mengosongkan isi tas ransel yang biasa saya pakai untuk ke kampus sehari-hari. Saat merogoh bagian dasar tas, saya mendapatkan pisau lipat yang biasa saya bawa. Padahal saat akan berangkat, saya sudah periksa tidak ada benda yang dilarang masuk bandara seperti cutter dan pisau lipat. Rupanya pisau lipat yang saya simpan saat akan berangkat itu yang satunya lagi. Jadilah saya pusing dengan ditemukannya pisau lipat ini. Dilema antara harus dibawa pulang ke Indonesia atau ditinggal saja di Philippine. Kalau ditinggal tapi kok yang sayang sekali, karena bentuknya yang unik, pisau lipat dengan2 blade yang jarang saya temukan. Yang saya herankan adalah, bagaimana pisau lipat tersebut bisa lolos 5 kali pemeriksaan, 2 kali di SUB, 2 kali di CKG dan sekali saat di imigrasi NAIA.

Akhirnya saya putuskan untuk membawa pulang  ke Indonesia. Misi penyelamatan pisau lipat ini pun dibuat. Pertama, pisau ini dititipkan di koper besar teman, karena saya tidak membawa tas besar yang masuk ke bagasi pesawat. Saya hanya membawa tas ransel dan tas jinjing yang praktis untuk bisa masuk ke kabin pesawat. Setahu saya, barang berbahaya seperti pisau, boleh dibawa, asal masuk di bagasi. Namun tentu tidak ada teman yang mau dititipi karena takut berurusan dengan pihak Avsec (Svian Security) alias keamanan bandara.

Berikutnya, saya pun merancang penyelamatan untuk membawa pisau lipat yang panjang sekitar 10cm tersebut di tas ransel dan akan masuk ke kabin pesawat. Saya mulai dari menimbang resikonya apabila terdeteksi mesin pemindai Avsec yang paling hanya disita saja dan tidak akan ditahan. Kecuali kalau membawa senjata api, baru akan diinterogasi dan menjadi masalah besar. Jadi resikonya hanya disita, tidak sampai ditahan.

Kemudian saya harus menyamarkannya agar bisa lolos. Bila membawanya dalam bentuk utuh, pasti tetap akan terdeteksi dan disita. Akhirnya saya memutuskan untuk membongkarnya menjadi 2 bagian. Rumah pisau dan bilah pisau. Rumah pisau saya simpan di tas ransel, sedangkan 2 bilah pisau saya jadikan satu dengan payung lipat.

Misi pertama pun dimulai saat akan masuk bandara NAIA. Saya memasukan tas ransel dan jinjing ke ban berjalan mesin pemindai saat masuk bandara NAIA. Benar saja, tas ransel saya diminta untuk dibuka karena pertugas Avsec melihat ada sesuatu dari layar monitornya. Dengan sigap saya mengangkat tas ransel ke sebuah meja pemeriksaan, membuka bagian depan, mengeluarkan rumah pisau dan menyerahkan ke petugas sambil bilang, “I just bring this Sir. But it has no blade. No blade here.” Mencoba menjelaskan kalau benda yang mirip pisau tersebut tidak ada bilah pisaunya. Si petugas pun membawanya dan menunjukkan kepada petugas yang lebih senior sambil keheranan mengapa pisau tersebut tidak ada bilahnya. Alhamdulillah, si petugas menyerahkan kembali untuk saya bawa.

Di pemeriksaan berikutnya, baik di NAIA dan CKG, pisau lipat tersebut tidak lagi terdeteksi. Hanya masalahnya sekarang, saya belum sempat merakitnya kembali agar bisa berfungsi seperti semula. Ada yang bisa bantu? Ah ghak usah. Saya tidak kuat membayar jasa Anda nantinya.


Saya berharap cerita ini hanya sebagai peringatan saya dan Anda, untuk memeriksa kembali tas dan barang bawaan saat akan berpergiaan. Saya berharap cerita ini tidak terjadi lagi pada saya dan Anda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *