Pulang dari Philippine, Bersyukur Punya Negara Indonesia

Spread the love

Sebelum berangkat ke Philippine, Mas Danil yang pengalaman tinggal di sana mewanti-wanti untuk hati-hati dengan barang berharga dan perhiasan, karena di Philippine cukup rawan. Ternyata masalah keamanan dan kerawanan sosial sempat saya rasakan selama 4 hari di sana.

Senjata Api

Hal yang menarik perhatian kami semua saat itu adalah, adanya petugas keamanan, polisi dan satpam yang membawa senjata api. Namun yang cukup mencolok adalah senjata api berupa shortgun dengan peluru besar yang berderet di sabuk mereka. Setiap pintu bank dan mall, pasti di jaga oleh satpam dengan membawa shortgun, di luar dan di dalam dengan sikap waspada.

Pengalaman kami memasuki SM Supermall, pintu masuk dibuka menjadi 2. Satu untuk pria dan yang lain untuk wanita. Setiap pengunjung akan diperiksa dengan metal detektor dan barang bawaannya juga akan diperiksa oleh petugas yang bersenjata api. Bukan hanya petugas pria, petugas wanitanya pun bersenjata api.

Satpam di Philippine ternyata lebih repot dibandingkan satpam di Indonesia. Bila satpam di Indonesia hanya membawa pentungan dan borgol. Itu juga kalau mau membawa. Sedangkan satpam di Philippine, selain membawa pentungan, pistol Glock, magazine, radio komunikasi, peralatan P3K dan senter, yang semuanya menempel di sabuk besarnya. Mereka benar-benar selalu waspada dan siap tempur.

Tak hanya itu, toko retail sekelas Indomart/Alfamart juga dijaga oleh seorang satpam bersenjata api yang berdiri di pintu dengan sikap siap sedia. Selain shortgun, senjata yang mereka pakai hampir semuanya menggunakan jenis Glock dengan beberapa magazine cadangan menempel di sabuk besar mereka.

Selain itu, mobil pengangkut uang juga tidak menggunakan mobil biasa seperti di Indonesia, tetapi mobil lapis baja seperti panser. Jenis mobil ini sering saya lihat di mall dan di jalan Makati hingga Manila.

Bila wilayah Makati yang merupakan daerah bisnis dijaga begitu ketat oleh satpam bersenjata lengkap, tidak jauh berbeda dengan wilayah Manila yang juga satpam dan polisinya bersenjata api. Di Manila, hampir toko dan rumah di tepi jalan, menggunakan teralis besi yang menutup semua bagian. Beberapa toko kelontong, tertutup teralis seperti toko mas yang ada di Blauran Surabaya. Itu juga tidak semua toko mas tertutup teralis besi.  Itu semua menggambarkan suasana kebatinan dan kerawanan sosial yang ada di Philippine.

Saya mencoba mengulik mengapa Philippine begitu ‘menegangkan’. Ternyata memang kesenjangan sosial antara kaya dan miskin begitu jauh. Kepemilikan senjata api untuk warga negara Philippine juga bebas. Mereka bisa membeli senjata api baik di toko secara resmi maupun di pasar gelap. Hasil penelusuran saya di internet, banyak terjadi kasus penembakan, perampokan bersenjata dan juga narkoba. Tidak heran bila polisi dan satpam, semuanya bersenjata api. Saya juga jadi paham mengapa Presiden Duterte membuat kebijakan ‘Bounty Hunter’ untuk gembong narkoba dan pelaku kejahatan.

Bersyukurlah kita yang hidup di Indonesia. Walau masih ada cukup banyak kasus kriminal, tetapi negara kita relatif aman dan damai. Beberapa kasus kriminal seperti perampokan bersenjata api, bisa segera diselesaikan oleh Polri dengan cepat. Senjata api dan senjata tajam juga tidak bisa sembarangan dibawa, karena diberlakukannya Undang-undang Darurat Nomer 12 Tahun 1951.

Harga BBM

Di Philippine, SPBU yang berjualan BBM tidak hanya Pertamina. Ada berbagai perusahaan seperti Caltex, Petron, Petrol, Seaoil, Total dan Phoenix. Hampir sama seperti di Jakarta dan Surabaya yang juga tterdapat SPBU selain Pertamina.

Berapa harga BBM di Philippine? Petron yang menjual Blaze 100 XCS dengan ron 95 dipatok dengan harga 58 Peso per liter (Rp.15.600). Sedangkan UniOil dengan produk Gasoline 95 dibandrol 45 Peso per liter (Rp.12.100). Produk mereka setara dengan Pertamax Turbo (Rp 10.700) dan Pertamax (Rp 9.500). Sedangkan Solar atau Diesel dibandrol 43 Peso per liter (Rp.11.600). Harga Dexlite hanya Rp.9.000 dan Dex Rp.10.500. Selisihnya dengan di SPBU Indonesia antara Rp.1.500-Rp.3.500 (Lihat harga produk Pertamina per wilayah)

Sekarang Anda bisa membandingkan, betapa murahnya BBM di Indonesia dibandingkan dengan di Philippine. Di Philippine tidak ada BBM bersubsidi macam Premium. bahkan Pertaline dengan ron 88 juga tidak dijual di SPBU di Philippine. Mereka menggunakan standard Euro 4 hingga Euro 6 untuk standar BBM untuk aturan gas emisi. SPBU di Philippine juga tidak perlu mengumumkan bila akan ada kenaikan harga BBM. Semuanya berdasarkan mekanisme pasar yang fluktuatif sesuai harga minyak dunia.

Saya merasa beruntung karena harga BBM lebih murah dari Philippine. Masih ada Premium yang harganya hanya Rp.6.550 karena disubsidi oleh pemerintah dan harga Pertalite Rp.7.800. Itupun harga di seluruh Indonesia relatif tidak jauh berbeda, termasuk di Papua.
Syukuri nikmat kemerdekaan kita ini dengan menjaga dan merawat NKRI. Syukuri bahwa kita jauh lebih aman dan damai dibandingkan dengan Philippine. Jangan sampai Indonesia terkoyak seperti negara di timur tengah yang membuat rakyatnya saling bunuh dan mengungsi ke negara lain, akibat perang saudara.
Merdeka!!!

2 thoughts on “Pulang dari Philippine, Bersyukur Punya Negara Indonesia

    • choiron Post authorReply

      Tingkat ekonomi Philippine dan Indonesia hampir sama. Indikatornya dari harga KFC, McD dan harga minuman di toko retail. Mereka sedikit lebih mahal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *