DO’A YANG TERLUPA (lanjutannya)

Spread the love

Bulan keempat, El mendengar berita yang tak mengenakkan telinga, justru dari kakak iparnya. Kali ini, bapak dan ibu mertua telah mengetahui semua, meski El menyimpannya rapi. Mereka meminta Reno, anak tertua menyelidiki keberadaan Rini. Renopun mengajak El pergi bersama ke suatu tempat.

Di sebuah perumahan mewah, Rini telah tinggal bersama dengan laki-laki itu. Foto pernikahan yang dipajang di dinding cukup menjelaskan semua. Padahal antara El dan Rini masih sah sebagai suami istri. Bagai disambar petir di siang hari, tubuh El lemas tak berdaya. Istri yang dicintainya, istri yang memberinya sejuta harapan, telah berkhianat. Kepercayaan yang dibangun selama ini berbuah duka. Harapan dalam angannya hancur berkeping-keping. Tak sanggup lagi menyaksikan pemandangan di hadapannya. Reno dan temannya menghajar laki-laki itu di depan mata. El sekuat tenaga menahan emosi di dada dengan istighfar, mengingat Yang Maha Kuasa. Ya Allah, betapa hancur hati El saat itu..

****
El terus memacu motor menuju ramainya kota. Angin yang bertiup kencang tak mampu menghapus keringat dingin yang membasahi tubuhnya. Dia mulai hilang kendali. Dan braak, motor El menabrak tiang listrik disisi jalan. El tersungkur bersimbah darah.

Saat tersadar, mata El tertuju pada sahabat yang duduk disisi ranjang.

”Alhamdulillah kamu sadar, El. Aku tadi mengikutimu. Perbanyak istighfar, kendalikan emosimu. Dan bersyukurlah kamu masih diberi kesempatan kedua.”

El teringat, semalam tak bisa memejamkan mata, teringat peristiwa itu. Dia putus asa, tak percaya atas semua yang menimpa. Dia sempat berpikir bahwa Allah tidak adil terhadapnya. Tanpa pikir panjang, dia menenggak obat sakit kepala sebanyak 10 butir yang dibelinya di toko, lalu minum minuman bersoda. Dia ingin mengakhiri hidup saja, karena rasa sakit didada..

”El, kenapa kamu seperti ini? Kamu harus tegas, ibu tidak rela dengan perlakuan mereka. Kamu harus ceraikan dia!” amarah ibu tak tertahan lagi. Air mata tumpah begitu melihat anaknya tergolek tak berdaya. Kakak El membimbing ibu keluar ruangan tempat El dirawat. El menitikkan air mata. Begitu banyak yang terluka.

Bulan kelima, perceraian adalah solusi terbaik, dan El memenangkan gugatannya.

Terakhir kali, El memberanikan diri berkunjung ke rumah mertua untuk pamit, meminta maaf atas keadaan yang tak mungkin diperbaiki lagi. Di situ El tercekat, pemandangan di depannya sungguh diluar dugaan. Bapak menampar keras muka Rini yang sedang bersimpuh memohon maaf atas kesalahannya.

”Pergi! Pergi kamu, dasar anak tak tahu diri! Bikin malu keluarga! Kamu bukan anakku lagi!” Rini menangis mendengar ucapan ayahnya.

”Bapak dan ibu membesarkanmu dengan kesabaran, menyekolahkanmu dengan susah payah. Tapi ini balasanmu? Kamu menikah tanpa ijin bapak? Kau anggap apa bapakmu ini?” El berusaha diam, meski hatinya tak tega melihat wajah mantan istrinya membiru, karena perlakuan bapaknya.

Bapak tak pernah semarah itu sebelumnya.
El tentu saja tak ingin berlama-lama disana, karena dia sendiri belum bisa melupakan pengkhianatan Rini terhadapnya.

Setelah kejadian itu, El tak pernah lagi bertemu Rini ataupun keluarganya. Dia berubah menjadi pribadi yang tertutup dalam kesendirian.

Dua tahun berlalu. Selama itu El berusaha mendekatkan diri hanya kepada Allah. Memohon ampun atas segala dosa di masa lalu. Hati dan jiwanya dipenuhi dzikir dan syukur atas kesempatan kedua yang diberikan Allah SWT. Ketenangan jiwa lah satu-satunya harapan yang tersisa. Dalam benaknya, tak terbersit keinginan untuk menikah lagi. Pengalaman yang lalu cukuplah baginya.

Namun Allah memiliki rencana yang berbeda. Suatu hari El bertemu seorang gadis yang mampu membuatnya kembali jatuh hati. Pertemuan yang singkat, mampu membulatkan tekadnya untuk mencari dimana tempat tinggal gadis itu, dengan maksud ta’aruf. Tanpa berpikir dua kali, El langsung melamarnya saat itu juga, hanya dengan Bismillah. El percaya semua ini bukan keinginannya semata. Allah berada di balik rencana indah itu . Alhamdulillah gadis itu menerima dengan suka cita.

Singkat kata, mereka melakukan pernikahan secara sederhana. El bersyukur mendapatkan anugrah terindah dalam hidupnya. Kali ini El tersadar, dia telah melupakan satu do’a. Dan Allah memberikan kebahagiaan yang tak pernah dia minta. Keinginannya tidak menikah lagi di kemudian hari, ternyata salah. Allah justru menggantikan luka di masa lalu menjadi kebahagiaan yang abadi. Insya’Allah.
El menitikkan air mata dalam sujudnya. Semangat hidupnya bangkit kembali. Disisinya, seorang gadis yang telah sah menjadi pendamping hidupnya sedang menanti.

”Silahkan mas, baju sudah siap. Jangan lupa sarapan dulu, nanti keburu dingin.”

El mengangguk pasti. Senyum merekah dibibirnya. Inilah kebahagiaan yang sesungguhnya. Dia melangkah pasti dengan harapan baru, mengarungi bahtera rumah tangga nan bahagia dalam ridho Allah Subhanahu WaTa’ala.

*** Segala masalah yang terjadi sebenarnya adalah bagian dari rencana Allah semata. Bertawakal, bersyukur dan terus memuji kebesaran-Nya adalah solusi yang nyata.
El, laki-laki dalam cerita itu adalah suamiku tercinta.

Posted in Dian Hariani, True Story.

One Comment

  1. Pingback: DO’A YANG TERLUPA - Berbagi Itu Indah

Comments are closed.