Mengapa Ada Banci

Spread the love

“Jadi, Nabi Adam dan Hawa diturunkan ke bumi karena tergoda bujukan syetan ya, Buk?”

“Iya, Sayang.”

“Mengapa syetan bisa masuk syurga untuk menggoda Nabi Adam, Buk?”

“Karena memang sebelumnya mereka tinggal di Syurga. Mereka dihukum karena tidak mau bersujud kepada Nabi Adam, ciptaan Allah yang paling sempurna. Namun, Allah mengijinkan kaum mereka menggoda Nabi Adam dan semua keturunannya sampai kiamat nanti.”

”Hmm Allah menciptakan Adam dan Hawa, laki-laki dan perempuan saja. Tapi mengapa ada banci, Buk? Banci itu apa termasuk ciptaan Allah juga ya, Buk?”

Masya’Allaah anakku mulai berpikir kritis sepertinya.

”Nak, banci itu sebenarnya tidak ada. Laki-laki yang meniru dan berperilaku seperti perempuan bisa dikatakan banci. Mulai dari gayanya, cara berpakaian, tutur kata, mirip sekali dengan perempuan. Jadi, banci itu sebenarnya cuma julukan saja. Bukan jenis kelamin (gender).”

”Oooo. Temanku juga ada yang banci lo, Buk?” Aku tertegun mendengar ucapannya barusan. Dia tersenyum sambil berlalu begitu saja.

Anak-anak, ana-ana wae.

Ijinkan Aku Menikahi Kekasihmu

Spread the love

Aku bergegas menuju kamar paling ujung begitu mendengar kabar kepulangan Atik, sahabatku.

”Tik, kenapa kamu tidak memberi tahu aku sebelumnya. Kamu resign, kamu akan pulang ke Tuban. Ada apa ini? Kamu sudah tidak menganggapku sebagai sahabat lagi, Tik?”

”Maafkan Aku, An.” butir bening menetes dari sepasang mata indahnya. Tapi kemudian berpaling muka, menghindari tatapanku.

”Tik, apa yang sebenarnya terjadi?” lama, bibirnya tak mengeluarkan kata-kata.

Suasana hening, dan harapan untuk mendapatkan jawaban pun sia-sia. Dia terus saja sibuk menata kopernya, tanpa mempedulikanku.

”Baiklah, Tik. Jika memang kamu nggak mau bicara denganku.” aku beranjak pergi meninggalkannya dalam kamar.

”An, jangan pergi! Maafkan Aku. Tolong maafkan Aku.” pintanya dengan derai air mata. Kuraih ia dalam pelukku. Air mata pun tumpah membasahi pipi.

”An, Minggu depan aku akan menikah.”

” Mengapa harus bersedih? Seharusnya Kau bahagia.”

”Tapi, An. Aku akan menikah dengan kekasihmu.” leherku tercekat, lidah pun kelu. Tak pernah menduga hal ini akan terjadi. Tapi tetap kucoba menguasai diri.

Agus, pemuda dari sebuah kota, diam-diam telah memikat hati Atik. Kami berhubungan dekat setahun terakhir, namun tetap dengan prinsip dan batasan tertentu. Sebelumnya memang Agus pernah memintaku menjadi kekasihnya Tapi jawaban tak kunjung kuberikan, karena berpacaran tidak pernah diperbolehkan dalam ajaran agama. Bahkan suatu hari, harus menghindar ketika dia mencoba memegang tanganku.

Kuputuskan untuk menjauh sejak saat itu. Dia bukan lelaki yang baik untukku, walau sebenarnya masih tersisa harapan di hati.

Atik mungkin telah salah paham, karena justru Agus sendiri yang bercerita tentang hubungan kami selama ini. Ternyata itu penyebab perubahan sikap Atik terhadapku.

“An, maafkan Aku. Jangan pernah membenciku.”

Senyum tersungging di bibirku.

“Sudahlah, Tik. Mungkin dia jodohmu. Jangan bersedih lagi.”

Sejak hari itu kami berpisah. Aku tidak pernah datang ke acara pernikahan mereka, karena takut akan merusak suasana. Pernikahan Atik dengan dia, bukanlah hal yang harus kusesali. Namun kehilanganmu, sahabatku, membuatku kembali sepi.

Semoga kalian berbahagia.

Tanggung Jawab

Spread the love

Menjadi Tenaga Kerja Wanita adalah keputusan terberat yang dipilih Sri, yang berubah menjadi tulang punggung keluarga sepeninggal ayahnya. Terlebih kedua adiknya masih butuh biaya untuk sekolah.

Hong Kong menjadi negri pilihan untuk mewujudkan semua mimpinya selama ini.

Sri gadis yang santun, ulet dan pantang menyerah. Dia merasa beruntung mendapatkan majikan yang baik hati. Sejak penandatanganan kontrak kerja selama dua tahun, segala pekerjaan rumah menjadi tanggung jawab Sri sepenuhnya. Menjaga anak semata wayang yang masih berusia dua tahun ketika mereka bekerja, juga menjadi tugasnya sehari-hari.. Sri sibuk layaknya ibu rumah tangga, meskipun dia sendiri belum menikah.

Tak terasa, setahun sudah berlalu.

Pagi itu, matahari telah menampakkan sinarnya. Kedua majikan Sri pun telah sibuk dengan rutinitas di kantor mereka. Sam Yin, balita asuhannya masih terlelap dalam buaian yang teramat nyaman. Sri bergegas membuka jendela, kemudian mengemas pakaian dari dalam mesin cuci dengan hati-hati. Tugas pertama yang harus dikerjakan adalah menjemur pakaian sebelum Sam Yin terbangun dari tidurnya. Sesaat langkahnya terhenti, ketika mendengar pekikan histeris dari koridor apartemen. Sri bergegas menuju kamar depan. Dan alangkah terkejutnya dia, ketika didapatinya ranjang Sam Yin sudah kosong. Sri memacu langkah menuju jendela. Ya Allah! seorang balita sudah tergeletak di bawah sana dengan sekujur tubuh yang penuh darah. Baju yang melekat ditubuhnya, sepertinya Sri tidak asing lagi.

“Sam Yiiin…” teriak Sri mengundang perhatian para pejalan kaki yang lalu lalang di bawah sana.

Rasa panik dan takut datang bertubi-tubi. Bagaimana dia harus menghapi majikannya nanti? bagaimana pula nasib keluarganya? Seribu pertanyaan yang berkecamuk di dada, membuat dia kehilangan akal sehatnya. Antara rasa panik dan bisikan yang tak disadari, dia naik ke jendela dan melompat menjemput balita asuhannya. Dia terjun dari lantai 10 apartemen tempatnya bekerja. Innalillahi wa’inna ilaihi roji’uuun.
Teriakan histeris terdengar untuk kedua kalinya. Sri tersungkur bersimbah darah. Rasa panik dan ketakutannya hilang seketika. Sri masih sadar meski tak bisa berkata-kata. Rasa sakit di sekujur tubuhnya mendadak hilang entah kemana. Mobil ambulan datang membawa tubuh mereka pergi. Sri pergi jauh tak kembali lagi.

Media gempar dengan pemberitaan tentang Sri. Berbagai pendapat bermunculan atas kelalaian dan kecerobohannya. Mereka juga menuduh Sri yang berusaha lepas dari tanggung jawab.

Bagiku, pengorbanannya adalah sebuah tanggung jawab yang tak akan sanggup dia hadapi jika saja tak pernah melakukan hal sebodoh ini. Semoga Alloh memaafkan dia aamiin.

CEMBURU

Spread the love

Dia begitu baik, lebih dari teman yang manapun. Alya namanya. Tapi teman-teman lebih suka memanggilnya Ali, karena gayanya yang sangat tidak mencerminkan sikap perempuan sama sekali.
Dia cantik, tapi terlihat gagah karena rambut cepak dan gaya nya yang funky.

Teman curhat dan berkeluh kesah, begitulah dia bagiku. Suka duka kami selalu berbagi satu sama lain bak cerita persahabatan Sekar dan Asma dalam Assalamu’alaikum Beijing hehehe.

Suatu hari dia terlihat murung, dan senyumpun tak kunjung tersungging di bibir mungilnya. Sampai hari berganti minggu, dia masih terlihat sama. Acuh tak acuh terhadapku tak seperti biasanya. Suatu ketika kuberanikan bertanya.

” Al, kenapa sih sikap kamu aneh? apa salahku? tolong ceritakan saja! dan aku minta maaf jika memang ada yang salah.”

Desah nafas beratnya membuatku menunggu dengan seribu rasa ingin tahu.

“Kamu tahu, An. Aku cemburu. Cemburu dengan Priyo, teman lelaki mu itu. Karena sejujurnya, aku terlanjur mencintaimu.”

Antara syok dan rasa takut yang tiba-tiba datang, aku kehilangan kekuatan untuk berdiri. Tubuh serasa dihujani anak panah berkali kali. Sebelum dia sempat memegang tanganku, aku bersiap-siap untuk kabuuur.

DO’A YANG TERLUPA (lanjutannya)

Spread the love

Bulan keempat, El mendengar berita yang tak mengenakkan telinga, justru dari kakak iparnya. Kali ini, bapak dan ibu mertua telah mengetahui semua, meski El menyimpannya rapi. Mereka meminta Reno, anak tertua menyelidiki keberadaan Rini. Renopun mengajak El pergi bersama ke suatu tempat.

Di sebuah perumahan mewah, Rini telah tinggal bersama dengan laki-laki itu. Foto pernikahan yang dipajang di dinding cukup menjelaskan semua. Padahal antara El dan Rini masih sah sebagai suami istri. Bagai disambar petir di siang hari, tubuh El lemas tak berdaya. Istri yang dicintainya, istri yang memberinya sejuta harapan, telah berkhianat. Kepercayaan yang dibangun selama ini berbuah duka. Harapan dalam angannya hancur berkeping-keping. Tak sanggup lagi menyaksikan pemandangan di hadapannya. Reno dan temannya menghajar laki-laki itu di depan mata. El sekuat tenaga menahan emosi di dada dengan istighfar, mengingat Yang Maha Kuasa. Ya Allah, betapa hancur hati El saat itu..

****
El terus memacu motor menuju ramainya kota. Angin yang bertiup kencang tak mampu menghapus keringat dingin yang membasahi tubuhnya. Dia mulai hilang kendali. Dan braak, motor El menabrak tiang listrik disisi jalan. El tersungkur bersimbah darah.

Saat tersadar, mata El tertuju pada sahabat yang duduk disisi ranjang.

”Alhamdulillah kamu sadar, El. Aku tadi mengikutimu. Perbanyak istighfar, kendalikan emosimu. Dan bersyukurlah kamu masih diberi kesempatan kedua.”

El teringat, semalam tak bisa memejamkan mata, teringat peristiwa itu. Dia putus asa, tak percaya atas semua yang menimpa. Dia sempat berpikir bahwa Allah tidak adil terhadapnya. Tanpa pikir panjang, dia menenggak obat sakit kepala sebanyak 10 butir yang dibelinya di toko, lalu minum minuman bersoda. Dia ingin mengakhiri hidup saja, karena rasa sakit didada..

”El, kenapa kamu seperti ini? Kamu harus tegas, ibu tidak rela dengan perlakuan mereka. Kamu harus ceraikan dia!” amarah ibu tak tertahan lagi. Air mata tumpah begitu melihat anaknya tergolek tak berdaya. Kakak El membimbing ibu keluar ruangan tempat El dirawat. El menitikkan air mata. Begitu banyak yang terluka.

Bulan kelima, perceraian adalah solusi terbaik, dan El memenangkan gugatannya.

Terakhir kali, El memberanikan diri berkunjung ke rumah mertua untuk pamit, meminta maaf atas keadaan yang tak mungkin diperbaiki lagi. Di situ El tercekat, pemandangan di depannya sungguh diluar dugaan. Bapak menampar keras muka Rini yang sedang bersimpuh memohon maaf atas kesalahannya.

”Pergi! Pergi kamu, dasar anak tak tahu diri! Bikin malu keluarga! Kamu bukan anakku lagi!” Rini menangis mendengar ucapan ayahnya.

”Bapak dan ibu membesarkanmu dengan kesabaran, menyekolahkanmu dengan susah payah. Tapi ini balasanmu? Kamu menikah tanpa ijin bapak? Kau anggap apa bapakmu ini?” El berusaha diam, meski hatinya tak tega melihat wajah mantan istrinya membiru, karena perlakuan bapaknya.

Bapak tak pernah semarah itu sebelumnya.
El tentu saja tak ingin berlama-lama disana, karena dia sendiri belum bisa melupakan pengkhianatan Rini terhadapnya.

Setelah kejadian itu, El tak pernah lagi bertemu Rini ataupun keluarganya. Dia berubah menjadi pribadi yang tertutup dalam kesendirian.

Dua tahun berlalu. Selama itu El berusaha mendekatkan diri hanya kepada Allah. Memohon ampun atas segala dosa di masa lalu. Hati dan jiwanya dipenuhi dzikir dan syukur atas kesempatan kedua yang diberikan Allah SWT. Ketenangan jiwa lah satu-satunya harapan yang tersisa. Dalam benaknya, tak terbersit keinginan untuk menikah lagi. Pengalaman yang lalu cukuplah baginya.

Namun Allah memiliki rencana yang berbeda. Suatu hari El bertemu seorang gadis yang mampu membuatnya kembali jatuh hati. Pertemuan yang singkat, mampu membulatkan tekadnya untuk mencari dimana tempat tinggal gadis itu, dengan maksud ta’aruf. Tanpa berpikir dua kali, El langsung melamarnya saat itu juga, hanya dengan Bismillah. El percaya semua ini bukan keinginannya semata. Allah berada di balik rencana indah itu . Alhamdulillah gadis itu menerima dengan suka cita.

Singkat kata, mereka melakukan pernikahan secara sederhana. El bersyukur mendapatkan anugrah terindah dalam hidupnya. Kali ini El tersadar, dia telah melupakan satu do’a. Dan Allah memberikan kebahagiaan yang tak pernah dia minta. Keinginannya tidak menikah lagi di kemudian hari, ternyata salah. Allah justru menggantikan luka di masa lalu menjadi kebahagiaan yang abadi. Insya’Allah.
El menitikkan air mata dalam sujudnya. Semangat hidupnya bangkit kembali. Disisinya, seorang gadis yang telah sah menjadi pendamping hidupnya sedang menanti.

”Silahkan mas, baju sudah siap. Jangan lupa sarapan dulu, nanti keburu dingin.”

El mengangguk pasti. Senyum merekah dibibirnya. Inilah kebahagiaan yang sesungguhnya. Dia melangkah pasti dengan harapan baru, mengarungi bahtera rumah tangga nan bahagia dalam ridho Allah Subhanahu WaTa’ala.

*** Segala masalah yang terjadi sebenarnya adalah bagian dari rencana Allah semata. Bertawakal, bersyukur dan terus memuji kebesaran-Nya adalah solusi yang nyata.
El, laki-laki dalam cerita itu adalah suamiku tercinta.