Free Radical / Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu atau kelompok atom dengan elektron tidak berpasangan dan dapat terbentuk ketika oksigen berinteraksi dengan molekul tertentu. Radikal bebas sangat reaktif, oleh karena itu radikal bebas dapat memulai reaksi berantai secara cepat setelah radikal bebas tersebut terbentuk. Radikal bebas memiliki kemampuan untuk merusakan komponen seluler dalam tubuh individu seperti merusak DNA dan sel membran ketika radikal bebas tersebut bereaksi. Pembentukan radikal bebas dapat terjadi selama fungsi metabolisme dalam keadaaan atau kondisi normal atau dalam kondisi lingkungan yang sesuai (Rajat et al., 2014).

Sifat negatif radikal bebas adalah menyebabkan stres oksidatif. Hal ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan senyawa antioksidan. Radikal bebas yang berlebihan sementara jumlah antioksidan seluler lebih sedikit dapat menyebabkan kerusakan sel (Harris et al., 2005).

Radikal bebas yang berlebihan dan beredar dalam oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL) tubuh, memberikan potensi yang mematikan. Radikal bebas yang berlebihan juga mempercepat proses penuaan, terjadinya penyakit stroke otak, diabetes mellitus, rheumatoid arthritis, penyakit parkinson, penyakit alzheimer dan kanker. Secara fisiologis, radikal bebas oksigen merupakan salah satu spesies radikal yang paling penting. Spesies oksigen reaktif (ROS) terdiri spesies dengan kecenderungan sebagai pengoksidasi yang kuat, baik spesies oksigen reaktif yang bersifat radikal (superoksida radikal, radikal hidroksil) dan sifat non-radikal (ozon, hidrogen peroksida) (Pisoschi et al., 2011).

Muchtadi (2000) menjelaskan radikal bebas berpotensi dalam oksidasi DNA yang menyebabkan mutasi DNA dan menimbulkan kanker. Oksigen reaktif juga meningkatkan kadar lipoprotein densitas rendah (LDL) yang dapat meyebabkan penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Akibat penimbunan kolesterol menimbulkan penyakit yang disebut dengan aterosklerosis atau jantung koroner. Radikal bebas dapat mengakibatkan atau memicu adanya penuaan dini yang diakibatkan adanya gangguan atau rusaknya sel jaringan pada tubuh.

Potensi penangkal radikal bebas dari alam berupa senyawa polifenolik tergantung pada pola (jumlah dan tempatnya) gugus –OH bebas pada golongan kerangka flavonoid (Lupea et al., 2008). Subtitusi gugus fungsi dari cincin B sangat penting dalam menangkal radikal bebas. Dalam penelitian oleh Xiao et al., (2008) menyatakan kemampuan subtitusi 4 flavanoid pada titik yang memberikan urutan intrinstik flourescene dari albumen serum sapi teridentifikasi bahwa senyawa myricetin > quercetin > kaempferol > galangin.  Hal ini menunjukkan kekuatan ikatan hidrogen memiliki peran yang penting. Flavonoid dengan beberapa kelompok hidroksil merupakan ikatan senyawa antioksidan yang efektif dibandingan dengan senyawa yang berdiri sendiri. Flavonoid dapat meredam adanya transisi peningkatan oksidasi logam dengan menyumbangkan sebuah atom H pada senyawa antioksidan tersebut. Selain itu, flavones dan beberapa flavanones (Naringenin) dapat mengikat logam pada kelompok 5-hidroksil dan kelompok 4-okso (Fernandez et al., 2002).

Antioksidan

Secara umum antioksidan merupakan senyawa yang mampu menunda atau menghambat oksidasi di bawah pengaruh oksigen atmosfir atau spesies oksigen reaktif (Pisoschi, 2011) atau suatu substansi yang dapat menghambat oksidasi dari senyawa lain (Embuscado, 2015).Antioksidan menunda autoksidasi dengan menghambat pembentukan radikal bebas atau mengganggu propagasi ion radikal bebas oleh salah satu (atau lebih) dari beberapa mekanisme (Brewer, 2011) atau menghambat proses inisiasi atau propagasi dari reaksi rantai oksidatif (Javanmardi et al., 2003). Antioksidan dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas dapat diredam. Antioksidan bekerja sebagai inhibitor (penghambat) reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif. Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya (Molyneux, 2004). Fungsi utama antioksidan untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dalam tubuh (Suhartono et al., 2002) dan sebagai senyawa yang berpotensi untuk kesehatan tubuh manusia dan mencegah adanya kerusakan akibat suatu radikal (Dimitrios, 2006) yang apabila ditambahkan dengan konsentrasi rendah pada bahan pangan atau substrat yang mudah teroksidasi dapat mencegah terjadinya oksidasi pada bahan pangan tersebut (Ramamoorty and Bono, 2007).

Senyawa antioksidan berperan penting dalam kesehatan,sebagai senyawa yang dapat menangkal dan mengurangi dampak negatifdari oksidan dalam tubuh karena antioksidan dapat menunda atau menghambat oksidasi lemak atau molekul lain dengan menghambat mekanisme proses inisiasi atau propagasi dari reaksi rantai oksidatif dan dapat memperbaiki kerusakan pada sel tubuh dengan adanya oksigen(Ghavidel et al., 2015; Kim et al., 2011). Antioksidan banyak digunakan dalam proses pengolahan makanan (pangan) yang berfungsi untuk memperpanjang masa simpan, terutama pada makanan yang banyak mengandung senyawa lemak tak jenuh (Sanda et al.,, 2015) serta mencegah proses oksidasi makanan karena adanya proses perubahan lemak (lipid), vitamin, protein dan gula akibat adanya pengaruh reactive oxygen species (ROS) (Oliver et al., 2015)

Metode pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan berbagai metode uji. Dantaranya menggunakan peredaman radikal bebas DPPH. Metode ini memiliki banyak kelebihan diantaranya sederhana, mudah dilakukan, prosesnya cepat / tidak membutuhkan waktu lama dan memiliki tingkat kepekaan yang baik, dan hanya sedikit membutuhkan sampel. Prinsip metode DPPH adalah melakukan pengukuran aktivitas antioksidan secara kuantitatif dengan pengukuran penangkapan radikal DPPH oleh senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan menggunakan alat spektrofotometer, sehingga diketahui jumlah atau nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan nilai IC50(Inhibitory Concentration) (Molyneux, 2004).