KARAKTERISTIK DAERAH PENANGKAPAN TERIPANG PASIR (Holothuria scabra)

Teripang merupakan salah satu sumber protein hewani dari hasil laut. Komoditas ini memiliki nilai ekonomis penting karena kandungan nutrisi teripang (dari jenis teripang pasir) dalam kondisi kering terdiri dari protein 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,6%, kadar abu 8,6% dan karbohidrat 4,8% (Martoyo dkk, 1994). Sejatinya, teripang (holothurians) adalah kelompok hewan invertebrata laut dari kelas Holothuroidea (Filum Echinodermata) yang tersebar luas di lingkungan laut di seluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam terutama di lautan India dan lautan Pasifik Barat.

Teripang merupakan hewan yang bergerak lambat, juga merupakan komponen penting dalam rantai makanan di terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan (trophic levels). Pada umumnya teripang adalah pemakan deposit pasir penting di daerah terumbu karang. Sumber makanan utamanya terdiri dari kandungan organik dalam pasir atau lumpur, plankton, potongan serasah karang, dan detritus yang terdapat dalam lumpur atau pasir. Disamping itu sebagian teripang juga memakan organisme kecil seperti diatom, foraminifera, protozoa, nematode, alga filament dan rumput laut (Hyman, 1955).

Teripang memiliki banyak jenis, salah satunya adalah teripang pasir atau teripang putih. Menurut Martoyo dkk, 1994 dalam Sartika (2002), teripang pasir (Holothuria scabra) merupakan spesies yang hidup dengan cara berkelompok. Dalam satu kelompok bisa mencapai 3-10 ekor. Teripang pasir (Holothuria scabra) memiliki bentuk bulat panjang (Gambar 1). Umumnya, bagian perut teripang pasir berwarna kuning keputihan, sedangkan punggungnya berwarna abu-abu sampai kehitaman dengan garis-garis melintang berwarna hitam. Bila diraba, seluruh bagian tubuh teripang ini terasa kasar. Teripang pasir banyak ditemukan di sela-sela karang yang masih hidup ataupun mati dan di perairan yang dasarnya mengandung pasir halus dengan pecahan-pecahan karang atau pasir berlumpur.

Klasifikasi Teripang Pasir (Holothuria scabra) menurut Hamidah (1999) adalah sebagai berikut:

Kingdom   : Animalia

Phylum      : Echinodermata

Kelas         : Holothuridea

Ordo          : Aspidochirotida

Famili        : Aspidochirota

Genus        : Holothuria

Spesies      : Holothuria scabra

Gambar 1. Teripang Pasir (Holothuria scabra) (Sumber: Sutaman, 1993)

Kelangsungan hidup teripang dipengaruhi oleh sifat kimia-fisika perairan. Perubahan kondisi suatu perairan dapat menimbulkan akibat yang merugikan terhadap populasi ataupun terhadap komunitas dari suatu organisme yang hidup didalamnya. Perubahan kondisi suatu perairan dapat terjadi karena pengaruh alamiah maupun karena aktifitas manusia. Adapun parameter fisika-kimia yang mempengaruhi habitat teripang pasir adalah:

1.      Suhu

Kisaran suhu perairan yang disukai oleh teripang adalah 20-25oC (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1993). Pendapat lainnya menyebutkan bahwa suhu optimal untuk kehidupan teripang adalah pada suhu 26-31oC (Bakus, 1973).

2.      Salinitas

Pada umumnya teripang menyukai perairan yang bersih dan jernih dengan salinitas laut optimum sekitar 32-35% (James et al., 1988). Perubahan salinitas melebihi 3% dari kisaran optimumnya akan menyebabkan terjadinya pengelupasan kulit yang dalam kondisi ekstrim dapat menyebabkan kematian teripang. Teripang umumnya dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan salinitas sampai batas tertentu dengan adanya mekanisme osmoregulasi. Semakin tinggi salinitas semakin besar tekanan osmosisnya. Semakin besar perbedaan antara tekanan osmosis tubuh teripang dengan lingkungan maka semakin besar energi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri.

3.      Arus

Umumnya teripang dapat hidup dan berkembang dengan baik pada perairan yang tenang, namun perubahan kecepatan arus dapat ditolerir teripang dengan syarat nilai suhu dan salinitasnya relatif konstan (Cannon and Silver, 1986).

4.      Kecerahan

Pada perairan alami kecerahan sangatlah erat hubungannya dengan proses fotosintesis. Kecerahan merupakan suatu fungsi dari intensitas cahaya, faktor yang dapat mempengaruhi  kecerahan pada suatu perairan adalah kandungan lumpur, plankton, dan zat-zat terlarut lainnya. Untuk pertumbuhan optimal, teripang membutuhkan habitat dengan kecerahan perairan 50-150 cm (Sutaman, 2003). Kecerahan yang tinggi merupakan syarat untuk berlangsungnya fotosintesis fitoplankton yang baik.

5.      Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan suasana air tersebut apakah dapat bereaksi dengan asam atau basa. Tingkat kesuburan perairan berdasarkan pH yaitu tidak produktif: 5,5-6,5, produktif: 6,5-7,5, dan sangat produktif: 7,5-8,5 (Ngurah, 1983 dalam Bandjar dkk, 1988). Batas toleransi organisme perairan terhadap perairan bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas. Untuk Teripang, derajat keasaman yang disukai umumnya pada kisaran 6,5-8,5 (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005).

6.      Kandungan oksigen terlarut (DO)

Oksigen di perairan berasal dari difusi udara maupun dari proses fotosintesis oleh organisme seperti fitoplankton dan tumbuhan air. Oksigen dikonsumsi oleh tumbuhan dan hewan secara terus menerus selama aktifitas respirasi. Nilai oksigen terlarut (DO) yang optimum untuk pertumbuhan teripang minimal adalah 3 ppm (Sutaman, 1993). Pendapat lain mengatakan bahwa kandungan oksigen terlarut (DO) optimum untuk teripang yaitu pada kisaran 4-8 ppm (Martoyo dkk, 1994).

7.      Substrat

Sedimen adalah materi atau mineral yang tenggelam dan mengendap di dasar perairan. Sedimen di dasar perairan merupakan substrat dimana terdapat kehidupan dasar. Tipe substrat dasar yang mempunyai penyebaran besar butir tertentu dapat merupakan suatu ekosistem bagi kehidupan organisme dasar. Substrat dasar perairan dapat dibedakan atas enam jenis yaitu: lumpur, pasir, liat, kerikil, batu dan liat berpasir. Biasanya teripang lebih senang dengan substrat  pasir dengan patahan karang atau pasir berlumpur sebagai tempat mencari makan karena mengandung banyak detritus dan mampu menjadi tempat persembunyian dari berbagai predator.

Menurut Dahuri (2003) mengatakan bahwa substrat juga berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup perlindungan dari arus air dan tempat pengolahan serta pemasukan nutrien. Jenis dan ukuran substrat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik dan distribusi bentos. Semakin halus tekstur tersebut semakin tinggi kemampuan untuk menjebak bahan organik (Nybakken, 1992).

Ke-tujuh parameter fisika dan kimia diatas dapat menjadi suatu indikator dalam penentuan daerah penangkapan teripang pasir, karena pada umumnya teripang tersebar di seluruh dunia dari laut dangkal hingga laut dalam.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 1993. Uji Lapang: Hasil Penelitian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Teripang (Holothuriodea). Sub Balai Penelitian Perikanan Laut, Slipi – Pusat Pemulihan dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. Hal.1-5

Bakus, G. J. 1973. Dalam Cici, P. W. G. 2004. Laju Pertumbuhan Dan Beberapa Aspek Bio-Ekologi Teripang Pasir (Holothuria Scabra) Dalam Kolam Pembesaran Di Laut Pulau Kongsi, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. (skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor

Bandjar, H. H. T. Subekti dan L. Hutuley. 1998. Kerapatan dan Berbagai Indeks Struktur Jenis Teripang (Holothuria spp.) di Pantai Kultur. Saparua. Jurnal Penelitian Perikanan. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. No.49. Hal.99-103

Cannon, L. R. G. and H. Silver. 1986. Sea Cucumber of Nothern Australia. Qid. Mus. Brisbane

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut; Aset Pembangunan Berkelanjutan.Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2005. Budidaya Teripang

Hyman, L. 1955. The Invertebrates: Echinodhermata The Ceolomate Bilateria. Vol. IV. Mc Graw-Hill Book Company. New York

James, D. B., M. E. Rajapandian, B. K. Baskar and C. P. Gopinathan. 1998. Succesfull Induced Spawning and Rearing of The Holothurian Holothuria (Metriatyla) scabra jaeger at Tuticorium. Tuticorium Research Center of CMFRI, Tuticorium in Marine Fisheries Information. 87:30-33

Martoyo, J., N. Aji dan T. Winanto. 1994. Budidaya Teripang. Penebar Swadaya, Jakarta

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. PT. Gramedia, Jakarta

Sartika, Dewi. 2002. Aspek Biologi Reproduksi Taripang Pasir (Holothuria scabra) di Perairan Pantai Desa Sorue Jaya Kecamatan Soropia Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. (skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo: Kendari

Sutaman. 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Teripang. Penerbit Kanisius. Yogyakarta